BALI : Ngetrip ala Mahasiswa [part 3 - perjuangan kembali pulang]


DAY 4 - 02 Januari 2015

Setelah semalam dihabiskan ngopi dan ngepopmie di Alfam*rt, dan mencari tempat tambal ban tengah malam demi terlaksananya niat liat sunrise di Sanur dengan lancar, kita baru bisa tidur sekitar pukul 01.00 WITA. Itupun kayanya ga semuanya tidur nyenyak karena kamar sebelah heboh banget nonton bola (antara berisik dan mupeng kepo jalannya pertandingan sih).

Jam 04.00an, semua alarm bersautan berbunyi. Semuanya pada nge-snooze. Tapi kemudian kita (yang rata-rata makhluk malam dan bukan morning person) sadar, KITA LAGI DI BALI WOI. Jarang-jarang kan? AYOK BANGUN! Matahari pagi terlalu indah buat dilewatkan tidur sesak-sesakan di dalam kamar! Akhirnya dengan semangat yang masih dikuasai rasa malas, kita bangun dan siap-siap. Setelah menghubungi Imam buat janjian ketemu, akhirnya kita sampai di Sanur sekitar pukul 05.00 WITA. Beruntung jadwal matahari terbit di Bali masih sekitar jam 05.30 - 06.00 pagi.

Kita datang pas banget sih. Suasana pantai masih sepi, masih bisa milih spot duduk-duduk buat nunggu sunrise dengan leluasa. Kita nikmatin pergantian warna di langit sambil ngomentarin perahu-perahu yang lewat di depan kita. Obrolan ga jelas tapi asik, sesekali diam aja ngeliatin langit dan laut yang bersatu. Tapi lama-lama..... kok mataharinya ga muncul-muncul yak?? Padahal kita udah banyak ngobrolin ini itu, udah berusaha selfie tapi ga jadi karena masih kegelapan, si Ejin udah sibuk ngefotoin gundam nya dengan berbagai pose, tapi wajah langit kok masih biru gelap kelabu gini? Ternyata, yak! Langit mendung saudara-saudara!!! Kabut menguasai langit Dewata. Dan kita hanya bisa duduk kecewa. Imam yang datang agak telat pun juga hanya bisa terdiam (lebay sih yang ini). Yasudah, sudah di sini juga kan, ya foto-foto saja lagi HA! HA!! Foto-foto dan selfie akan selalu menjadi obat saat perjalananmu tidak sesuai harapan -pelajaran keenam, tergantung mood juga sih tapi-.

Gradasi biru laut dan langit yang bersatu
Pelipur lara saat matahari tak kunjung muncul
Akhirnya setelah kita menerima kenyataan bahwa list pertama hari ini gagal, kita beranjak keluar dari area Sanur dan berpisah sama Imam. Tapi lagi-lagi Tuhan mau menguji jiwa petualang kita, ga sampe 1 km keluar dari parkiran Sanur, hujan turun membasahi pagi yang syahdu ini (pantes ga ada sunrise). Karena masih pagi dan kita ga punya baju ganti lagi, akhirnya kita berhenti dan memutuskan menunggu hujan reda di teras ruko yang masih tutup. Hampir 1 jam kita nunggu, sampe ketiduran gara-gara semalem sebenernya masih kurang tidur, akhirnya hujan mulai rintik-rintik dan kita memutuskan untuk move on sambil cari warung buat sarapan.

Setelah sarapan, kita melanjutkan perjalanan menuju Goa Gajah yang terletak di Bedulu. Goa Gajah ini terletak 25 km dari Sanur yang bisa dicapai dalam 45 menit dengan berkendara motor/mobil (tapi ini kata google maps, ingat kembali pelajaran pertama!!!) Dan lagi-lagi Bali ternyata masih mengajak kita untuk bersyahdu-syahdu ria. Hujan ternyata masih mau menyapa. Dan terjebaklah kita di Alf*mart lagi buat berteduh dan sekedar ngopi-ngopi lucu menghilangkan ngantuk (dan saat menulis post ini, penulis baru sadar, ternyata cobaan dan perjuangan kita udah dari subuh yak :']] ).

Pukul 10.00 WITA, akhirnya bisa touchdown Goa Gajah setelah agak nyasar dan nanya-nanya penduduk sekitar. Jadi sebenernya Goa Gajah ini adalah tempat sembahyang dan tempat suci untuk pusat kegiatan agama Hindu Budha di abad ke-10 sampai abad ke-14 Masehi. Setelah memasuki gerbang utama Goa Gajah, kita bakal menemukan kolam pemandian atau pentirtaan yang "dijaga" oleh 6 arca bidadari. Goa Gajah nya sendiri sebenernya kecil banget. Denah goa ini berbentuk huruf T dengan ujung kiri ke kanan hanya sekitar 13 meter. Di ujung-ujung goa ada tempat untuk melakukan sembahyang gitu. Kita ga lama di dalam goa nya, area luar goa justru lebih menarik untuk kita jelajahi. Pas kita baru dateng, tempat ini masih agak sepi. Tapi setelah kita keluar goa, pengunjung mulai rame berdatangan. Kebanyakan turis dari luar, karena emang kayanya turis domestik masih asing sama Goa Gajah ini.

Kolam pemandian dengan 3 patung bidadari
Di sekitar area Goa Gajah ini, ada tempat kaya desa/kerajaan yang udah hancur. Keren banget. Jadi ada batu-batu gede yang bergelimpangan, ada pohon gede yang udah tumbang juga, dan sepertinya ada bangunan yang udah lama hancur sampe berlumut gitu. Dibantu dengan permainan kontur tanah, anak-anak tangga, dan jembatan yang membelah sebuah sungai, tempat ini nyaris bikin kita kaya lagi berada di lost world. Nuansa hijau dan udara yang sejuk juga bikin kita nyaman dan betah banget ada di sini. Tenang banget buat kontemplasi kayanya.



Kita terus naik ke atas, ternyata ada semacam pura mini juga. Terus ada sign yang nunjukin kalo ada semacam pura lagi ke arah hutan. Kita yang penasaran, akhirnya coba-coba aja eksplor lebih dalam. Jalannya cukup jauh juga, sampe nemu pohon-pohon yang berakar gantung, suara sungai, tapi ga juga menemukan apa yang kita cari. Tiba-tiba ada bule yang datang dari arah berlawanan. Bule itu ngomel-ngomel bilang kalau dia udah jalan jauh banget tapi yang dia dapat justru tempat yang lebih buruk. Trus kita jadi ragu buat nerusin perjalanan apa ngga. Sangek nyaranin buat terus aja, sekalian. Tapi karena Cimbul kebelet pipis dan merengek-rengek buat balik, akhirnya ya, wanita selalu menang (:p), kita kembali ke area utama Goa Gajah dengan mengambil jalur yang beda. Ternyata ada semacam desa penduduk yang berfungsi ganda sebagai toko souvenir, dan .... toilet!!! Ha ha.

Naik naik mencari pura, tinggi tinggi sekali
Gantung-gantung di akar gantung
Toko-toko souvenir oleh warga setempat
Hari mulai beranjak siang, matahari yang tadi pagi malu-malu muncul mulai meninggi ke tengah-tengah. Kita mengecek lagi google maps untuk meminta petunjuk arah ke tujuan kita selanjutnya : Pura Besakih. Pura ini terletak 31 km dari Goa Gajah, atau sekitar 56 km dari Kuta, tempat kita nginep di kosan Cak Pan. Makan waktu sekitar 2 jam dari Goa Gajah naik motor. Dan karena perjalanannya yang lurus monoton, kita sampe ngantuk-ngantuk dan berhenti bentar buat jajan-ngopi-istirahatin bok*ng di Indom*ret.

Di tengah perjalanan, sebenernya kita udah hampir nyerah dan mau muter balik, saking lamanya perjalanan yang ga nyampe-nyampe ini. Tapi karena konon katanya Pura Besakih ini adalah tempat turunnya wahyu pertama cikal bakal agama Hindu dan pusat seluruh pura yang ada di Bali, kita menguatkan tekat untuk terus menemukan keberadaan pura ini. Usaha keras memang tak akan mengkhianati, teman-teman. Setelah melawan kantuk dan menempuh 2 jam perjalanan, akhirnya nampak juga gerbang masuk pura ini. Bahagia sekali kita.

Tapi kebahagiaan itu mulai luntur perlahan saat orang-orang persewaan sarung-sarung-yang-dipakai-di-pura menyerbu kami sejak di parkiran. Berbeda dengan Goa Gajah yang menyediakan sarung gratis untuk pengunjung dan terletak setelah tiket masuk, orang-orang ini sungguh giat sekali menawarkan kepada kita, bahkan saat kita belum turun dari motor dan melepas helm. Berbekal kata sakti kepada turis-turis polos yang tidak tahu apa-apa seperti kita, cukup dengan kalimat, "Ga boleh masuk lo Kak, kalo ga pake ini. Di dalam ga ada lagi yang nyediain. Ayo kak sepuluh ribu aja" sambil langsung memakaikan sarung itu kepada kita. Terus kita bisa apa lagi??? (Ternyata setelah baca review orang lain setelahnya, ADA PEMINJAMAN SARUNG GRATIS setelah loket karcis. Ugh! - pelajaran ketujuh).

Setelah lanjut meluncur menuju loket karcis, kebahagiaan kita bertambah sedikit setelah mengetahui harga tiket yang cukup murah. Sama nominalnya dengan Goa Gajah tadi. Tapi itu semua ternyata hanya sementara. Si penjaga loket kembali membanting jatuh kebahagiaan kami cukup dengan kalimat sederhana, "Di dalam lagi ada ritual, mas, mbak. Jadi ga boleh masuk kalo ga pake tour guide. Soalnya ada daerah-daerah yang ga boleh dimasuki saat ritual gini". Dengan sangat amat terpaksa, akhirnya kita mengiyakan, dan saat menanyakan harga jasa untuk tour guide itu, dengan indahnya mas-mas loket menunjukkan sebuah buku data, yang dengan jelas mengatakan rata-rata pengunjung membayar tour guide mereka sekitar 200.000 ke atas. Yeah, backpacker apaan yang pake jasa tour guide dan bayar 200.000??? Cari makan aja yang super irit -____-. Akhirnya dengan tampang cuek dan kesel, kita bayar 50.000 aja. DAN GA DITULIS DI BUKU SAMA MASNYA!!!! (Ternyata setelah baca review orang lain setelahnya lagi, kita bisa nolak dan ga harus pake tour guide - pelajaran kedelapan).

Masuk pura ini udah ga semangat lagi. Semua penjelasan bapak guide nya ga masuk telinga sama sekali. Bapaknya juga kayanya kurang bersahabat, mungkin karena tahu kita bayar murah. Terlebih, karena ada ritual itu, kita ga bisa masuk puranya sama sekali. Cuma bisa ngeliat dari luar. Pelajaran keenam soal foto dan selfie tidak berlaku di sini. Udah. Kecewa. Abis. Cuma sekitar 15 menit, kita akhirnya memutuskan untuk pulang. Tapi belum cukup itu semua, di akhir perjumpaan kita dengan si bapak guide, bapaknya minta tips tambahan saudara-saudara!! Sungguh super sekali.

Bayangkan, perjalanan 56 km (kalo dari tempat kita nginep) dan di tujuan hanya menghabiskan 15 menit, tapi menghabiskan uang paling banyak. Itu kaya dari Malang, ke Porong, trus di Lumpur Lapindo cuma 15 menit, bayar guide mahal-mahal, dan langsung pulang ke Malang lagi. Rasanya pengen naik roket ke Mars trus hidup bahagia di sana aja (lebay lagi).

Ga boleh naik :(



Sekitar jam 14.00 kita kembali ke pusat pulau Bali. Untungnya perjalanan pulang ke Kuta yang menurun, bikin perjalanan terasa lebih cepat. Ada satu spot juga di antah berantah Besakih, yang bikin kita berhenti sejenak dan menikmati pemandangan sambil menstabilkan emosi yang udah naik turun.




Setelah mendekati Denpasar dan makan siang, rencana langsung pulang dan beristirahat teralihkan dengan ide buat nyobain lewat Tol Mandara. Jadi jalan tol ini adalah tol pertama di Bali yang ngehubungi Benoa - Nusa Dua - Ngurah Rai. Yang bikin istimewa, jalan tol sepanjang 12,7 km ini berada di atas laut yang bisa bikin rambut kamu berkibar-kibar kaya FTV kalo nyobain lewat sini naek motor. Nah, ini juga salah satu keistimewaannya, jalan tol ini nyediain jalur khusus untuk sepeda motor! Dilengkapi juga sama pemantau angin karena kecepatan angin di atas laut kan ga sante banget tuh, sama cctv buat pemantau kendaraan yang mogok.

Jalur khusus kendaraan roda dua
Gerbang Tol Mandara Ngurah Rai
Perjuangan ambil foto di atas motor ini sukses
bikin takut hapenya terpelanting jauh
Gara-gara udah excited lewat Tol Mandara, kita bukannya langsung pulang dan istirahat, malah lanjut ke Taman Patung Kuda lagi. Padahal waktu udah menunjukkan 16.00 WITA dan seharusnya kita udah siap-siap buat pulang malamnya. Tapi karena masih penasaran ngeliat detil patung kuda yang ajaib ini dengan paparan sinar matahari, akhirnya kita tetap berangkat ke sini. Ditemani jagung bakar dan udara sore Bali yang menyenangkan, kita duduk-duduk di dalam taman ini sambil menikmati pemandangan jalanan yang lumayan macet.


Tiba-tiba lagi asik-asiknya menikmati suasana sore itu, Cak Pan nelpon, bilang kalau motor yang kita sewa harus dibalikin sebelum jam 19.00 WITA karena mereka mau tutup. Oke, sekarang udah hampir jam 17.00 sore, kita belom mandi, belom packing, belom siap-siap, dan telepon itu sukses bikin kita panik. Akhirnya kita langsung meluncur pulang ke kosan Cak Pan. Sekitar jam 18.00, kita udah siap buat berangkat ke Legian buat balikin motor, ketika Cak Pan lagi-lagi telepon buat nyuruh kita mampir di tempat kerjanya buat makan dulu. Karena kita belom balikin kuncinya juga, dan sekalian pamit pulang, akhirnya kita berusaha menemukan tempat kerja Cak Pan dulu.

Pelajaran kesembilan : JANGAN PANIK MEMBACA PETA DI GOOGLE MAPS SAAT KAMU DIBURU WAKTU. Itu yang bikin kita sukses dua kali nyasar muter-muter saat mencari tempat kerja Cak Pan dan mencari jalan kembali ke Legian buat balikin motor. Ejin, satu-satunya orang yang tau tempat sewa motornya, bingung, lupa jalan, hingga akhirnya kita baru sampe di Legian jam 20.00 WITA. Setelah lega balikin motor, kita istirahat bentar di Monumen Bom Bali buat makan malam (yang dibungkus dari tempat Cak Pan, karena udah ga sempet buat makan di sana sebelumnya) dan itung-itungan uang buat pulang. Trus kita mikir, dari Legian ke Terminal Ubung di Denpasar naik apa ya?? Isu-isu yang beredar bahwa taksi dari Legian minta tarif 100.000/orang sukses bikin kita mengurungkan niat naik taksi. Soalnya budget udah menipis banget.

Saat itulah kita menghubungi Imam yang hotelnya deket banget dari posisi kita saat itu. Imam nawarin buat nganter naik motor karena kebetulan dia juga sewa 3 buah motor buat ngatasin kemacetan Bali saat libur akhir tahun gini. Tapi kita juga harus memperhitungkan waktu. Hal yang paling mendesak adalah, kita udah punya tiket kereta Banyuwangi - Malang jam 05.00 WIB subuh besok pagi. Dengan total perjalanan Denpasar - Gilimanuk selama 4 jam dan penyeberangan Gilimanuk - Ketapang selama 1 jam, paling ngga kita harus berangkat dari Terminal Denpasar jam 00.00 WITA. Dengan estimasi waktu Legian - Terminal 30 menit atau 11 km, dan dengan 5 orang - 3 motor, paling ngga kita harus bolak balik 3 kali. Saat itu, udah sekitar pukul 21.30 WITA.

Akhirnya kita pakai 2 motor aja. Kloter pertama yang berangkat ada Alam, Sangek, Ejin, dan Cimbul. Imam nunggu di hotel. Perjalanan pertama lancar sampai kita nemu jalur 1 arah dua kali. Ini jelas bikin ribet karena yang pegang google maps itu yang dibonceng. Dengan adanya jalur 1 arah, saat yang dibonceng udah turun, si pengemudi jelas bakal ribet karena harus nyari jalur baru. Sangek dan Cimbul turun di terminal sekitar pukul 22.15 WITA. Alam dan Ejin langsung balik ke hotel buat jemput Imam. Sangek dan Cimbul langsung berburu bis menuju Gilimanuk. Kita berpatokan harga bus DAMRI yang kita pakai sebelumnya seharga 40.000. Tapi kata calo-calo yang bertebaran, udah terlalu malem, bis itu udah ga beroperasi lagi. Akhirnya kita diserbu oleh calo-calo bis Denpasar - Jember dan Denpasar - Surabaya yang menawarkan tiket dengan harga selangit.

Membaca-baca blog travel sebelum kita melakukan perjalanan memang memberikan keuntungan tersendiri (pelajaran kesepuluh). Di saat kita udah bingung mau ngapain buat cari bus, Cimbul inget bahwa biasanya ada bis-bis mini yang nge tem di luar area terminal yang ngelayani Denpasar - Gilimanuk. Akhirnya kita berhasil menemukan bis mini itu dengan harga tiket yang sesuai budget kita. He he he he.

Malam sudah bergerak ke angka 23.00 WITA saat Cimbul Sangek duduk manis di dalam bis menunggu Alam, Ejin dan Imam kembali. Kondisi bis masih sepi. Sang supir bilang akan berangkat saat bis sudah penuh atau paling malam jam 00.00. Hal itu bikin kita tenang karena kita memang harus sampai di Gilimanuk jam 04.00 WITA. Tapi yang bikin was-was, Imam ngehubungi kalo Alam dan Ejin belum sampai di hotel. Padahal seharusnya mereka masih harus 2 kali bolak-balik terminal untuk balikin motor Imam. Kita panik lagi, telepon berulang kali tapi ga diangkat. Sekalinya diangkat malah dimarahin dan bilang jangan nelpon dulu. Kita tambah panik. Ternyata kunci motor yang dipakai Ejin jatuh di jalan dan mereka ga sadar sampe harus muter-muter nyari kunci itu. Yassalaaaam.. Mau pulang ke Malang aja banyak banget cobaan dari pagi.

Hampir pukul 00.00 WITA saat Imam, Ejin, dan Alam sampai di terminal. Karena udah ga sempat naik 2 motor yang mengharuskan mereka 2 kali bolak-balik lagi, mereka bertiga langsung naik 1 motor bonceng tiga. Disetirin imam dan diiringi hujan rintik-rintik. Antara romantis dan ngenes. Akhirnya kita berempat bisa berangkat naik bis tepat waktu dan Imam kembali ke hotel dengan kondisi hujan masih turun. Sungguh besar sekali pertolongan dari Imam. Semoga Tuhan bales dengan lebih banyak ya, Mam!

Kita sampai di Gilimanuk jam 04.00 WITA dan langsung menyeberang. Sekitar pukul 04.30 WIB kita udah sampai di Ketapang dan beruntung bisa ngejar kereta Banyuwangi - Malang jam 05.00 WIB dan sampai di Malang dengan selamat tepat siang hari. Sepanjang perjalanan bis - kapal - kereta, kita tidur terus. Kayanya perjuangan untuk kembali pulang ini benar-benar menguras tenaga, pikiran, dan emosi. Banyak pengalaman dan pelajaran yang bisa kita ambil. Dan inti dari seluruh perjalanan ini adalah : jangan lupa bikin plan A, B, C, karena ga selamanya perjalanan akan sesuai dengan rencana kita.  

Pengeluaran hari ini (per Januari 2015) :
Tiket Goa Gajah : 15.000
Sewa sarung di Pura Besakih : 10.000
Tiket Pura Besakih : 15.000
Sewa tour guide di Pura Besakih : 50.000 (12.500/orang) (sukarela)
Tips tour guide Pura Besakih : 20.000 (5.000/orang) (sukarela)
Tol Mandara : 4.000/motor

Pengeluaran Denpasar - Malang (per Januari 2015) :
Bis Denpasar - Gilimanuk : 40.000
Kapal Gilimanuk - Ketapang : 8.000
Kereta Banyuwangi - Malang : 92.500

Video Donut Selfie Bali kita, bisa di cek di sini :

0 comments :

Post a Comment

Cancel Reply